Riset yang dilaksanakan oleh beberapa dokter di Amerika
Serikat (AS) serta Italia mengutarakan bila virus corona (COVID-19) dapat
menggempur otak. Ini tersingkap sesudah beberapa dokter lakukan pemindaian otak
pada pasien positif virus corona.
Hasil dari pemindaian itu, dapat dibuktikan bila COVID-19
bisa menghancurkan bagian-bagian otak. Serta, virus corona yang menggempur otak
akan membuat pasien alami kesusahan dalam membau.
Salah satunya hasil pemindaian itu adalah punya dari seorang
radiografer wanita asal Italia yang alami tanda-tanda virus corona. Wanita ini
alami batuk kering mudah sepanjang hari. Tidak sampai disana, wanita ini
peluang kehilangan kekuatannya untuk membau serta berasa.
Dokter juga langsung menilai hidung serta memindai sisi
dadanya. Hasilnya tidak memperlihatkan ada keabnormalan. Wanita ini pun tidak
alami demam.
Meskipun begitu, hasil pemindaian di otak wanita ini
memperlihatkan ada inflamasi dibagian bulbus olfaktorius yang mengendalikan
indera pencium. Dokter yang menjaga pada akhirnya lakukan tes serta tersingkap
wanita ini positif COVID-19.
"Kami bisa berspekulasi jika SARS-Cov-2 kemungkinan
menggempur otak," catat beberapa periset seperti dikutip dari WebMD.
"COVID-19 menggempur otak lewat jalan olfaktorius serta mengakibatkan
disfungsi."
Sesudah jalani perawatan semasa 28 hari, dokter kembali lagi
lakukan pindaian pada otak wanita itu. Ternyata, abnormalitas pada otak telah
lenyap waktu wanita ini dipastikan pulih dari COVID-19. Disamping itu,
kekuatannya untuk membau sudah balik lagi.
Situasi ini dirasakan banyak pasien yang lain. Dokter lalu
mengaitkan bila perkembangan pindaian tidak selamanya ada di COVID-19 serta
kemungkinan terbatas pada babak paling dahulu yakni waktu terkena pertama-tama.
Konsultan neurologis di National Hospital for Neurology and
Neurosurgery, Michael Zadi ungkap bila beberapa orang peluang alami tanda-tanda
psikiatris waktu terkena COVID-19. "Kami ketahui dari analisa awalnya jika
sebagian orang yang menderita infeksi SARS-CoV-2 kemungkinan alami tanda-tanda
neurologis serta psikiatris," jelas Zadi.
Selanjutnya Zadi akui masih perlu lihat seberapa jauh
tanda-tanda itu dapat ada. Apa dikarenakan oleh infeksi virus COVID-19 pada
otak tersebut atau dampak sekunder termasuk juga infeksi di otak yang dipacu
oleh tanggapan skema kebal badan pada virus.